LENSAKITA.ID-KENDARI. Buntut dari insiden itu Aliansi Jurnalis Independen (AJI) Kendari dan Ikatan Jurnalis Televisi Indonesia (IJTI) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengecam aksi kekerasan yang dilakukan oknum Satpol PP Sultra dan beberapa oknum kepolisian.
Tindakan kekerasan yang dilakukan oknum-oknum tersebut tidak bisa dibenarkan dengan alasan apapun.
Ia juga menyayangkan tidakan beberapa oknum kepolisian yang malah ikut terprovokasi berupaya menyerang jurnalis.
Harusnya oknum polisi mengamankan, bukan malah berusaha menyerang jurnalis. Karena tugas pokok polisi sebagai pelayan, pelindung, dan pengayom masyarakat.
Penghalang-halangan kerja jurnalis merupakan tindak pidana, sekaligus mengancam kebebasan pers. Karena jurnalis dalam menjalankan tugasnya dilindungi Undang-Undang Nomor 40 Tahun 1999 tentang Pers.
Ketentuan pidana ini diatur dalam Pasal 18 ayat (1) UU Pers, yang berbunyi “setiap orang yang secara melawan hukum dengan sengaja melakukan tindakan yang berakibat menghambat atau menghalangi maka dipidana paling lama 2 tahun penjara atau denda Rp500 juta.
Menyusul kasus ini, pimpinan harus tegas memberikan sanksi kepada para anggotanya yang melakukan kekerasan terhadap masyarakat.
Kronologi Penghalang-halangan dan kerusakan alat liputan terhadap jurnalis JPNN atas nama Laode Muhammad Deden Saputra.
Laode Muhammad Deden Saputra menjelaskan dirinya awalnya sedang meliput aksi demonstrasi Mahasiswa yang menolak Alfian Taufan Putra, seorang anak Gubernur Sulawesi Tenggara, Ali Mazi, untuk menjadi Ketua HIPMi di depan Rujab Gubernur Sulawesi Tenggara, sekitar 11.00 WITA, Kamis (10/02/2022).
Lanjut menjelaskan, suasana memanas ketika massa membakar ban mobil bekas. Membuat Satpol PP dan Polisi bertindak tegas, mencoba merampas ban tersebut dari kerumunan massa yang berujung bentrok.
“Pada situasi itu, tetiba seorang oknum Satpol PP inisial La OB mendadak memukul tangan saya, membuat smartphone yang saya gunakan untuk meliput peristiwa bentrok terlepas dari genggaman, jatuh ke aspal. La OB keberatan melihat saya fokus meliput rekannya seorang anggota Pol PP yang mengamuk di tengah kerumunan massa,”bebernya.
Jurnalis JPNN juga menuturkan, dari tindakan kekerasan itu, rekan-rekan jurnalis lain yang tengah meliput spontan berusaha melindungi dirinya dengan meneriakan kata “wartawan itu…wartawan itu!” sambil berusaha melerai, mencegah kekerasan berlanjut. Seketika La OB mundur menjauhi keributan, setelah mengetahui dirinya adalah jurnalis.
“Tidak jauh dari saya, beberapa rekan jurnalis lain berusaha melerai empat oknum polisi yang emosi berdatangan berusaha menganiaya saya sambil mengeluarkan nada gertakan. Dua diantara empat oknum polisi itu bernama Briptu Da dan Bripda Za, sebagaimana yang terdokumentasi dalam rekaman video jurnalis lain. Sementara dua lainya tidak diketahui identitasnya,”pungkasnya.
“Dari tindak kekerasan ini, alat peliputan saya berupa smartphone rusak dan kacamata saya pecah. Sementara kondisi psikis saya masih shock berat”lanjutnya.
Atas kejadian ini, AJI Kendari dan IJTI Sultra menyampaikan turut prihatin atas peristiwa ini dan berharap peristiwa semacam ini tak terulang kembali di masa yang akan datang.
“Kami juga mengimbau agar para pewarta selalu berhati hati dan selalu taat pada kode etik dalam menjalankan tugas jurnalistik di lapangan,”tutupnya AJI Kendari dan IJTI Sultra .
Laporan – Tim Redaksi Lensakita.id