LENSAKITA.ID-MUNA BARAT. Kepala Badan Pertanahan Nasional (BPN) Kabupaten Muna Barat (Mubar), Sulawesi Tenggara (Sultra) Jakaria membantah telah menahan atau tidak memberikan sertifikat hak milik (SHM) tanah warga Desa Latawe, Kecamatan Napano Kusambi atas nama La Buni alias La Bungi dengan gambar situasi 216, nomor 97.
“Selaku kepala BPN Muna Barat, baik secara pribadi maupun atas nama lembaga BPN bahwasannya saya dan juru ukur di pertanahan Mubar, pak Karia menahan sertifikat warga Latawe atas nama La Bungi itu adalah tidak benar, dan itu mengada-ada,” kata Jakaria kepada awak media, Senin (11/4/2022) yang lalu.
Ia juga mengatakang, secara fisik sertifikat atas nama La Bungi telah diterbitkan tahun 1985 dan telah diserahkan kepada yang bersangkutan. BPN Mubar tidak menahan proses penerbitan SHM pengganti nomor SHM 97/Latawe karena pemohon mengajukan permohonan pada obyek tanah yang berbeda. Kemudian jika La Bungi mengklaim tanah itu adalah miliknya dapat mengajukan gugatan ke pengadilan dalam rangka pembuktian kepemilikan tanah tersebut.
Namun Jakaria mengakui memang pada tahun 2020, La Bungi datang di kantor BPN Mubar untuk mengajukan permohonan sertifikat pengganti karena hilang akibat kebakaran. Pada saat itu La Bungi tidak mengetahui nomor dan tanggal sertifikat yang dia maksudkan tetapi sertifikat tersebut diterbitkan pada tahun 1985.
Berdasarkan hasil pencarian data pada peta dan buku tanah, ditemukan sertifikat atas nama La Bungi dengan nomor sertifikat SHM No 97/Latawe tanggal 06/03/1985 dengan gambar situasi (GS) nomor 216/1985 tanggal 25/01/1985 seluas 9.968 meter persegi. Dengan batas, Utara berbatasan dengan tanah negara, Timur berbatas dengan tanah negara, Selatan berbatas dengan tanah hak milik atas nama La Farihu dan sebelah Barat berbatas dengan jalan.
Untuk menindaklanjuti permohonan tersebut kata Jakaria, tim petugas ukur BPN Mubar melakukan kegiatan survei pertama pada tahun 2020. Hasil survei diketahui bahwa bentuk, ukuran, luas dan posisi terdapat ketidaksesuaian antara yang ditunjukan oleh La Bungi dan yang tertera pada GS nomor 216/1985.
“Berdasarkan hasil survey batas-batas tanah adalah sebagai berikut, sebelah Utara berbatas dengan SMP 1 Napano Kusambi dan La Hontoma, sebelah Timur berbatas dengan tanah La Mami dan tanah milik La Tou, sebelah Selatan berbatas dengan La Daiya dan sebelah Barat berbatas dengan La Bungi,” ujar Jakaria.
Ia menjelaskan, akibat ketidaksesuaian data fisik lapangan dan data fisik pada GS, tim petugas ukur kembali melakukan survei lapangan pada awal Januari tahun 2021. Berdasarkan hasil survei tersebut diketahui bahwa obyek tanah dalam sertifikat SHM 97 berbeda dengan obyek yang ditunjukan di lapangan.
Dimana, sebagian tanah yang ditunjukan masuk dalam sertifikat hak milik nomor 119 tahun 1985 atas nama La Tou. Dengan demikian tim survei berkesimpulan permohonan tersebut belum dapat diproses lebih lanjut.
“Terkait itu makanya kita telah memberikan penjelasan kepada saudara La Bungi bahwa obyek yang tercantum dalam SHM 97 posisinya tidak pada obyek tanah yang ditunjukan oleh La Bungi namun pihak La Bungi tetap ngotot tanah itu telah bersertifikat atas nama dirinya,” tuturnya.
Kata Jakaria, obyek tanah tersebut merupakan tanah sengketa antara pihak La Tou (almarhum) dan pihak La Bungi. Secara fisik tanah tersebut telah dikuasai oleh pihak La Tou selama puluhan tahun dan telah ditanami jati dan sudah melakukan panen dua kali.
Tetapi pihak La Bungi berusaha menguasai tanah tersebut, maka pihak La Tou (Alm) yang diwakili oleh ahli warisnya Wa Tarima (istri dari almarhum La Tou) melalui kuasa hukumnya Lamawati, SH dan rekan berdasarkan surat kuasa khusus tanggal 28 Oktober 2021 Nomor 96/SK/PDT/2021/PN Raha melayangkan gugatan ke Pengadilan Negeri (PN) Raha dengan nomor register 24/Pdt.G/2021/PN Raha tanggal 09 November 2021, dimana Pak La Bungi sebagai tergugat I dan BPN Muna Barat sebagai tergugat II.
“Dalam persidangan di PN Raha, saudara La Bungi tidak dapat membuktikan kepemilikan tanah tersebut baik bukti surat maupun saksi-saksi yang diajukan oleh saudara La Bungi. Dan pada tanggal 24 Maret 2022, Majelis Hakim PN Raha telah mengeluarkan amar putusan yang memenangkan pihak penggugat dengan menerima gugatan Wa Taima dan membebaskan BPN Mubar dari usaha menguasai tanah sengketa tersebut karena ke lokasi tanah,” bebernya.
Jakaria menambahkan, dirinya telah menginstruksikan La Karya selaku ketua tim pengukur terkait biaya transportasi, akomodasi dan konsumsi (TAK) yang dibebankan kepada pemohon (La Bungi) agar dikembalikan.
“Saya instruksikan kepada pak Karya agar mengembalikan biaya TAK tersebut kepada pemohon. Dan diketahui juga pihak BPN akan tetap melayani pihak La Bungi untuk penggantian blanko SHM nomor 97 asal yang bersangkutan dapat menunjukan tanah yang sesuai dengan SHM tersebut,” pungkasnya.
Sementara itu menanggapi klarifikasi Kepala BPN Mubar, La Bungi membantah pernyataan Kepala BPN Mubar yang tidak menahan sertifikat tanahnya. Katanya, apa yang dikatakan Kepala BPN itu adalah bohong.
La Bungi bilang, dari dulu ia memiliki sertifikat tanah yang disengketakan itu, hanya saja sertifikat itu terbakar dan pihak BPN Mubar tidak menerbitkannya.
“Saya minta jangan ada yang berbohong dan halang-halangi dibalik pengurusan dokumen kepemilikan tanah saya ini. Jelas-jelas kok ada file dan dokumen di BPN Mubar dan saya tidak mengada-ada. Dokumen itu diperlihatkan dari staf-stafnya maupun kepala BPN Mubar itu sendiri,” katanya.
Menurut La Bungi, nomor sertifikat tanahnya sama seperti diungkapkan Kepala BPN Mubar yakni, SHM nomor 97/Latawe tertanggal 06/03/1985 dengan GS nomor 216/1985 tanggal 25/01/1985 seluas 9.968 meter persegi. Dimana sebenarnya luas lahan tersebut 10.000 persegi, hanya saja sebagian diambil oleh sekolah.
Dikatakannya, apa yang dijelaskan BPN Mubar itu sebagian sudah jelas kebenarannya. Hanya saja batas-batas tanah yang disebut itu masih ada yang keliru. Perlu di kroscek ulang untuk batas-batasnya.
“Batas tanah tersebut masih tahun 1985 itu adalah, sebelah Utara berbatasan dengan tanah negara sebagian bersampingan dengan tanah pak La Hontoma, sebelah Timur berbatasan dengan tanah negara atau badan jalan, sebelah Selatan berbatasan dengan La Daiya, dan sebelah Barat berbatasan dengan Bakau. Sedangkan untuk batas-batasnya sekarang tahun 2022 itu adalah, sebelah Utara berbatasan dengan sekolah sebagian berbatasan dengan tanah hak milik pak La Hontoma, sebelah Timur berbatasan dengan badan jalan poros Latawe – Raha, Selatan berbatasan dengan tanah La Daiya, dan Barat berbatasan dengan Bakau,” tegas La Bungi.
Laporan – Lensakita.id