LENSAKITA.ID-KENDARI. Akhir akhir ini minyak goreng menjadi isu yang sang sentral di Indonesia khusus nya industri pangan pasalnya minyak goreng menjadi komiditi utama dalam berbagai industri food langkahnya minyak goreng diindonesia menjadi polemik berbagai lapisan masyarakat dikarenakan Indonesia diketahui penghasil sawit pertama terbesar didunia apalagi indonesia bukan hanya menjual bahan baku mentah bahkan memproduksi minyak sawit mentah menjadi beberapa komiditi salah satu nya adalah minyak goreng.
Langkahnya minyak goreng di Indonesia salah satu daerah yang terkena dampaknya ialah sulawesi tenggara dalam kurung waktu 2 bulan antrian panjang yang terjadi di pusat pusat pembelanjaan hanya untuk mendapatkan minyak goreng.
Hal tersebut disammpaikan oleh Eks Pengurus Pusat Himpunan Mahasiswa Peduli Pangan Indonesia (HMPPI) Muhammad Arwan Siala, ia menjelaskan bahwa perlu pembuatan minyak goreng, bukan hanya dari bahan baku dari minyak sawit mentah tetapi kelapa bisa menjadi bahan baku utama dalam pembuatan minyak goreng apalagi sulawesi tenggara memiliki luas perkebunan pohon kelapa sebesar 59.664 (Bps tahun 2020).
“Melihat dari kacamata akademik pembuatan minyak kelapa diklasifikasikan menjadi dua metode secara tradisonal dan konvensional, secara tradisonal sering kita jumpai diberbagai daerah dengan mengunakan cara pemanasan tetapi perlu dikethui bahwa pembuatan minyak kelapa dengan cara – cara pemanasan hanya mampu bertahan kurang lebih 7 sampai 10,” kata Arwan.
Dan bahkan lanjut Arwan, sering kita jumpai istiah minyak tidur yang dimana setiap pagi nya minyak kelapa ini harus kita panaskan kembali untuk memisahkan kadar dan air didalam minyak tersebut singgah minyak tidak bau tengik dan rusak,” tambahnya.
Menurut mantan Pengurus pusat HMPPI, metode tradisonal ini tidak mampu mengantikan minyak goreng sawit yang mampu bertahan 1 sampai 1,5 tahun. Secara konvensional ada beberapa metode yang bisa digunakan salah satu menggunakan metode vacum friying metode ini sudah banyak dikembangkan diberbagai negara salah satu jepang minyak dengan menggunakan metode vacum friying minyak goreng kelapa bisa bertahan kurang lebih satu tahun dan tidak mengeluarkan bau tengik.
“Langkahnya minyak goreng di Sultra membuat beberapa orgnisasi kemasyarakatan dan pemerintah gencar mengkampanyekan pembuatan minyak goreng kelapa salah satu nya Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Sultra yang di pimpin Alvian Jaya Putra dan Dinas Pendidikan dan kebudayaan Provinsi Sulawesi Tenggara (Dikbud Sultra),” paparnya.
Akan tetapi menurut Arwan, satu hal yang ia sangat sayangkan kegiatan yang dilakasanakan KNPI Sultra dan Dikbud Sultra ialah masih menggunakan cara – cara tradisional, padahal menurutnya ada sentuhan teknologi yang di lakukan para pemuda dan pemerintah dalam pembuatan minyak kelapa, karena minyak kelapa secara tradisonal hanya mampu bertahan kurang lebih 7 hari setelah itu minyak kelapa akan rusak.
“Seharusnya KNPI Sultra dan Dikbud Sultra harus berfikir pembuatan minyak kelapa yang mampu bertahan 3 bulan bahkan sampai 1 tahun sehingga minyak kelapa ini bisa menjadi pengganti minyak goreng sawit dan bahkan menambah nilai ekonomis masyarakat dan bisa dijual berbagai toko dan swalayan,” tegasnya.
Sehingga Alumni Teknologi Pangan UHO ini juga sangat menyayangkan organisasi sebesar KNPI dan bahkan bekerjasama dengan Dikbud Sultra masih berfikir cara – cara tradisonal atau bahkan pengurus KNPI Sultra yang dipimpin Alvian Jaya Putra dengan ratusan pengurus provinsi tidak mampu berfikir bagimana cara membuat minyak kelapa yang bertahan 3 bulan atau bahkan 1 tahun.
Ia juga menambahkan, pemuda merupakan aset sebuah bangsa yang tak ternilai harganya, kemajuan suatu bangsa dan negara tergantung pada para pemudanya karena mereka merupakan Agent of Change (agen perubahan).
“Dibalik semua perkembangan selalu ada pemuda yang memelopori dan mengikuti pergantian peradaban. Justru sejarah mencatat bahwa dalam perkembangan peradaban dunia telah membuktikan peran pemuda sebagai pelaku lahirnya peradaban baru,” tutup Arwan.
Laporan – Samsul