LENSAKITA.ID-KENDARI. Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) merupakan salah satu daerah penghasil cadangan nickel terbanyak di Indonesia, tidak di ragukan lagi, potensi akan kekayaan sumber daya alamnya yang melimpah, sehingga membuat para investor berbondong bondong membangun investasi untuk meraup dan merongrong kekayaan sumber daya alam yang melimpah di Sultra.
Koordinator lapangan (Korlap) Forum Rakyat Sultra Menggugat (Forsum Sultra) Awaluddin mengungkapkan, ironisnya sangat sedikit yang mengikuti kaidah kaidah pertambangan yang sebagai mana mestinya, bahkan kerap kali mafia mafia tambang melakukan aktivitasnya di lahan – lahan yang harus memiliki ijin terlebih dahulu.
Hal ini terkuak dalam wilayah pertambangan yang berada di Kabupaten Konawe Utara blok mandiodo, menjunjung tinggi asas praduga tak bersalah.
“Kami yang tergabung dalam Forsum Sultra, melihat dan menilai bahwa lemahnya penegakan supremasi hukum di bumi anoa Sultra di kabupaten konawe utara, Bahkan di kabupaten konawe utara terbilang sangat intens menuai sorotan dari para aktivis Sultra karena banyaknya temuan temuan atas dugaan illegal minning,” kata Awal panggilan sapaannya, Rabu (11/05/2022).
Ketua Forsum Sultra ini juga menilai dinamika persoalan penyelesaian kasus pertambangan di konut termasuk dalam rangka penyelamatan asset negara hanya sekedar seremonial belaka yang mengarah pada praktek transaksional.
“Sangat di sayangkan di balik penindakan, juga kepada kepolisian kadang taringnya terdapat stigma positif dan negative, apakah oknum koorporasi merasa jerah atau malah sebaliknya justru mendapatkan perlindungan sehingga seenaknya masuk mengeruk hasil bumi lalu pergi begitu saja,” jelasnya.
Selain itu juga Awal menuturkan pihaknya menduga adanya praktek illegal minning yang di lakuakan oleh PT. Antam Tbk yang beraktivitas di konawe utara, Blok Mandiodo.
“Pasalnya melalui investigasi kami dilapangan kami menemukan adanya keganjalan dari aktivitas perusahaan tersebut bahwa PT. Antam Tbk melakukan aktivitas penambangan secara illegal dan bertentangan dengan Berdasarkan Pasal 89 ayat (1) Huruf a Jo Pasal 17 ayat (1) huruf b UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakkan Hutan (P3H) disebutkan : Setiap orang yang melakukan kegiatan penambangan didalam kawasan hutan tanpa izin dari menteri dipidana dengan pidana penjara paling singkat 3 tahun dan paling lama 15 tahun serta denda paling sedikit Rp. 1.500.000.000 (Satu Miliar Lima Ratus Juta Rupiah) dan paling banyak Rp. 10.000.000.000 (Sepuluh Miliar Rupiah). serta tidak memiliki RKAB yang sesuai dengan lahan tempat melakukan produksi Undang-undang no 3 tahun 2020,” bebernya.
“Kehutanan pasal 50 ayat 3 pasal 38 ayat 3 uu no 41 tentang kehutanan mengatur bahwa setiap orang di larang melakukan kegiatan penyelidikan umum eksplorasi atau eksploitasi bahan tambang di dalam kawasan hutan, tanpa melalui pemberian izin pinjam pakai kawasan hutan yang di terbitkan oleh menteri kehutanan RI (IPPKH) dengan mempertimbangkan batasan luas dan jangka waktu tertentu serta kelestarian lingkungan,” lanjutnya.
Sehingga atas temuan tersebut Forum Rakyat Sultra Menggugat bersepakat Menyatakan Sikap :
- Menantang Kapolda Sultra untuk memberhentikan Aktivitas PT, Antam Atas dugaan merambah kawasan hutan tanpa IPPKH.
- Mendesak Kapolda Sultra Memanggil dan memeriksa Pimpinan Pt.Antam Tbk Atas dugaan memfasilitasi Para penambang ilegal di blok mandiodo.
- Mendesak Kapolda sultra melalui Dirkrimsus, untuk segera menghentikan segala aktivitas PT, Antam Tbk atas dugaan melakukan aktivitas penambangan dengan cara ilegal.
- Mendesak DPRD Prov Sultra Melaksanakan RDP (Rapat Dengar Pendapat) dengan Pihak PT, Antam, beserta KSO yang berada di lahan konsesi PT. Antam tbk.
- Mendesak DPRD Prov Sultra Menandatangani kesepakatan kepada Forum rakyat Sultra Menggugat untuk melaksanakan kegiatan sidak di lapangan ( blok mandiodo) bersama Massa aksi.
Ini sebuah ironi, bagaimana mungkin kita tetap membiarkan pelaku kejahatan merusak hutan kita hanya untuk memenuhi hasrat kapitalisnya dan kroni-kroninya? Apalagi sekarang mereka mau melakukan penjualan ore nikel dari hasil merusak,” tandasnya.
Ia juga menambahkan, seharusnya APH dapat meminimalisir terkait dugaan ilegal mining, agar para perampok cadangan ore nickel di konawe utara mendapatkan efek jera.
“Jangan buat kami berasumsi bahwa telah terjadi degradasi/Kemunduran penegakan supremasi hukum di bumi anoa sultra ini. Kasus ini akan kami kawal sampai tuntas, mohon kerjasama dari semua pihak untuk mengawal dan mengapresiasi gerakan kami sampai tuntas,” tutup Awal yang juga aktivis nasional ini.
Laporan – Lensakita.id