LENSAKITA.ID-KENDARI. Gerakan Mahasiswa Peduli Korupsi Sulawesi Tenggara (GMPK Sultra) mencium adanya aroma korupsi di lingkup Dinas PU Sumber Daya Air (SDA) dan Bina marga Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra), pada kegiatan pekerjaan TA 2021.
Ketua Umum GMPK Sultra Awaludin Sisila mengatakan, adanya dugaan tindak pidana korupsi lingkup dinas PU SDA & Bina Marga Sultra pada pekerjaan tahun Anggaran 2021. Yang dimana terdapat 10 paket pekerjaan yang tidak sesuai kontrak maupun tidak bisa di yakini kewajaranya sehingga berpotensi merugikan keuangan negara.
Awaludin sisila juga menuturkan, bahwa melalui hasil investigasinya mereka menemukan banyaknya keganjalan maupun ketidak sesuaian dalam kegiatan pengadaan/pekerjaan seperti.
- Pekerjaan Peningkatan Jalan Pohara Bats Kabupaten Konawe – Kabupaten
Konawe Selatan dilaksanakan oleh PT. RPP berdasarkan kontrak Nomor
602/038/BM/111/2021 tanggal 16 Maret 2021 dengan nilai kontrak sebesar
Rp. 7.379.805.000,00. - Pekerjaan Rehabilitasi Jaringan Irigasi yang dilaksanakan oleh PT. AMA berdasarkan kontrak Nomor 602/59/PJPA/II1/2021 tanggal 29 Maret 2022 dengan nilai kontrak sebesar Rp. 4.451.110.000,00.
pada dinas PU SDA dan Bina Marga Prov Sultra. Sehingga di duga merugikan keuangan daerah/negara senilai kurang lebih hingga 3 Miliyar rupiah bahkan lebih dari itu.
“Dari temuan tersebut kami menduga adanya kongkalikong, abuse of power atau penyalahgunaan wewenang jabatan demi memuluskan kejahatan melawan hukum atau korupsi. Maka dari itu kami pastikan akan mengawal sampai ke ranah hukum guna membantu Aparat Penegak Hukum (APH) menegakkan supremasi hukum di Sultra ini,” kata awal nama sapaannya, pada media ini, Sabtu (31/12/2022).
“Jelas dalam UU no 20 tahun 2001
• Pasal 2
(1) Setiap orang yang secara melawan hukum melakukan perbuatan memperkaya diri sendiri atau orang lain atau suatu korporasi yang dapat merugikan keuangan negara atau perekonornian negara, dipidana dengan pidana penjara seumur hidup atau pidana penjara paling singkat 4 (empat) tahun dan paling lama 20 (duapuluh) tahun dan denda paling sedikit Rp 200.000.000,00 (dua ratus juta rupiah) dan paling banyak Rp 1.000.000.000,00 (satu miliar rupiah), tambahnya.
Ia juga menegaskan, Kejati dan Polda Sultra memiliki tanggungjawab dalam melakukan penindakan dan pencegahan tindak pindana korupsi atau mark up maupun abuse of power.
“APH wajib melakukan investigasi terhadap persoalan tersebut sebagai bentuk tanggung jawabnya dalam menjalankan tugas pengawasan dan akuntabilitas. Akan terlihat aneh jika APH harus menunggu laporan,” pungkasnya.
Ia juga meminta agar Kejati dan Polda sultra dapat menjadi fasilitator dalam persoalan tersebut. Sehingga ke depannya penyimpangan dalam pengadaan barang/jasa dalam kegiatan yang di peruntukan demi kesejahteraan masyarakat yang mengakibatkan kerugian negara dapat diminimalisir serta para terduga korupsi mendapatkan efek jera.
“Sejatinya prinsip equality before the law bahwa Hukum harus dapat diakses dengan cara yang sama oleh orang yang berbeda, jangan buat kami berasusmsi bahwa telah terjadi dekadensi atau kemunduran dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia,” tutup Awaludin Sisila yang juga mahasiswa Magister Hukum di salah satu kampus yang ada di jakarta.
Laporan : Lensakita.id