LENSAKITA.ID-KENDARI. Polemik kisruh dugaan kasus Korupsi di wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) terus menjadi soal bagi beberapa lembaga daerah. Kali ini Gerakan Mahasiswa Peduli korupsi (GMPK) Sultra menduga bahwa adanya Mark Up Overhead/keuntungan pada TA, 2020 dalam pengadaan tandon air, peralatan dan mesin serta pengadaan gedung bangunan, belanja modal peralatan mesin, komputer, yang bersumber dari dana bos TA. 2019.
Yang direalisasikan tahun 2020 tanpa dasar, tranparansi dan bukti penyaluran bantuan bagi siswa terdampak Covid-19 yang tidak lengkap serta kegiatan pembangunan sekolah SMK Se Sultra yang mandek. Sehingga di duga merugikan keuangan negara/daerah senilai 24.5 M, dan di duga di lakukan oleh PJ Sekda prov saat ini.
Hal tersebut di sampaikan langsung oleh Ketua Umum GMPK Sultra Awaludin, ia mengatakan bahwa. Pihaknya menduga adanya mark up harga keutungan/overhead dalam Pengadaan Tandon Air, pengadaan peralatan dan mesin serta pengadaan gedung dan bangunan,
“Kami sangat menduga bahwa dalam pengadaan tandon air, pengadaan peralatan dan mesin serta pengadaan gedung dan bangunan di tahun 2020 terdapat selisih perhitungan yaitu markup harga keuntungan/overhead, dan setau saya bukan hanya itu, terdapat juga anggaran tahun 2019 yg di realisasikan pada tahun 2020,” kata awal nama sapaannya pada media ini, Kamis (21/07/2022).
Awal juga mengatakan bahwa jika terbukti bersalah atas penyalahgunaan anggaran/Wewenang (Abuse of power) maka kami pihaknya berharap, Kejagung RI dan Mabes Polri maupun KPK RI dapat meproses secara profesional tanpa pandang bulu.
“Kami sudah menyiapkan data – data nya sesuai dengan prosedural yang di terapkan oleh penegak hukum di pusat ini. Dan dalam waktu dekat ini kami akan segera melaporkan atas dugaan tersebut dengan cara unjuk rasa dan kami pula meminta KPK, Kejagung, maupun Mabes Polri untuk berkunjung ke daerah Sultra untuk sekaligus mengaudit maupun menginvestigasi langsung kejahatan melawan hukum sebagaimana di atur dalam UU no 31 Tahun 1999 Juntco UU no 21 Tahun 2001 tentang tindak pidana korupsi,” beber awal yang juga aktivis nasional ini.
Ia juga menambahkan, seharusnya instansi penegak hukum dapat meminimalisir dugaan tindak pidana korupsi ini agar ada efek jera. Sebab menurutnya, jika di biarkan terus menerus maka masyarakat sultra pasti berasumsi adanya dekadensi atau kemunduran dalam penegakan supremasi hukum di Indonesia.
“Ini bahwa prinsip equality before the law, sebab hukum dapat di akses oleh semua orang dengan cara yang berbeda,” tutupnya.
Laporan : Lensakita.id