LENSAKITA.ID-JAKARTA. Bupati Konawe Utara, H Ruksamin, terus menyuarakan terkait luas wilayah Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) yang berkurang pasca munculnya Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 45 Tahun 2010.
Pasalnya, dari 197.802 hektar total luas wilayah Sultra yang berkurang, 87.565 hektar diantaranya merupakan wilayah Konawe Utara.
Hal tersebut disampaikan oleh Bupati Konawe Utara H. Ruksamin saat mengikuti Rapat Koordinasi (Rakor) Lintas Sektor di Le Meridien hotel Jakarta, Senin (20/11/2023).
Rapat kordinasi itu membahas Rancangan Peraturan Daerah (Raperda) tentang Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) Provinsi Sulawesi Tenggara, Tahun 2023 -2043.
Selain Bupati Konawe Utara, Rakor juga diikuti sejumlah pejabat kementerian dan lembaga terkait.
Termasuk Pj Gubernur Sultra diwakili Sekda Provinsi, Wakil Ketua DPRD Provinsi Sultra, Bupati, Walikota dan Sekda se-Sultra, serta Ketua Pansus RTRW Sultra.
“Silahkan kita lanjutkan pembahasan terkait RTRW ini pak, tapi jangan lupakan persoalan luas wilayah ini pak,” tegas H. Ruksamin.
Rakor dipimpin oleh Penata Ruang Ahli Utama Kementerian ATR/BPN, Abdul Kamarzuki, pun meminta agar jajaran dari Kemendagri yang hadir untuk membahas persoalan itu secara teknis.
Lebih lanjut diungkapkan H.Ruksamin dalam rapat, secara historis luas wilayah yang kini masuk dalam Wilayah Sulawesi Tengah itu, merupakan wilayah Sulawesi Tenggara.
Sebab kata H. Ruksamin, pada zaman kerajaan dahulu kala kata dia, wilayah yang kini masuk geografis Sulteng itu adalah lokasi tapal batas perjanjian dua kerajaan yang ada di Sultra.
“Dulu dalam sejarah perbatasan itu antara Epe (rawa) Bungku dan Epe Kendari, sekarang Epe Kendari sudah hilang karena masuk wilayah Sulawesi Tengah,” ungkapnya.
Ditemui Selasa (21/11) sore, H. Ruksamin menjelaskan hilangnya luas wilayah itu dimulai pada saat munculnya Permendagri No 45 Tahun 2010.
Permendagri itu lanjut H. Ruksamin, bertentangan dengan Undang-undang Nomor 13 Tahun 2007 tentang pemekaran Kabupaten Konawe Utara.
“Jadi ini adalah PR (pekerjaan rumah) besar kita. Memang betul kita sama-sama wilayah NKRI, tapi di sana ada bukti sejarah yang sudah hilang,” jelas H. Ruksamin.
Di mana, lanjut H. Ruksamin, lokasi yang kini masuk wilayah administratif Sulawesi Tengah.
“Bahwa perbatasan dulu itu ada Raja Bungku dan Raja Konawe dibatasi dengan dua rawa, rawa itu adalah Epe Bungku dan Epe Kendari,” terang H. Ruksamin.
“Epe Bungku itu masuk wilayah Bungku, Epe Kendari itu masuk Wilayah Sulawesi Tenggara. Tapi sekarang sudah tidak ada lagi karena sudah diambil Sulawesi Tengah,” tambahnya
Lanjut H. Ruksamin menjelaskan, persoalan hilangnya luas Wilayah Sulawesi Tenggara itu. Harus dibicarakan bersama dengan Pemerintah Sulawesi Tengah.
Pasalnya kata H. Ruksamin, persoalan ini akan berlarut-larut pada pembahasan RTRW di tahun mendatang jika tidak kunjung dituntaskan.
Terlebih lokasi yang hilang itu disebut H. Ruksamin, memiliki potensi sumber daya alam yang sejatinya harus dimanfaatkan untuk kesejahteraan masyarakat Sulawesi Tenggara.
“Di sana itu potensinya sektor kehutanan, pertanian dan bahkan yang lebih luas lagi sektor pertambangan,” sebut H. Ruksamin.
Dengan menuntaskan persoalan tapal batas wilayah yang disebut H. Ruksamin hilang itu, para investor nantinya akan lebih nyaman berinvestasi di wilayah Sulawesi Tenggara.
“Tentu dengan hadirnya investor, akan membuka lapangan kerja yang lebih luas bagi masyarakat Sultra dan juga menambah Pendapatan Asli Daerah (PAD),” tutup H. Ruksamin.
Laporan: Lensakita.id