LENSAKITA.ID-KENDARI. Lembaga Pemerhati Masyarakat Sulawesi Tenggara (LPM Sultra), angkat bicara terkait kasus yang melibatkan 2 warga Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara, oleh Ditreskrimum Polda Sultra yang disinyalir sangat dipaksakan.
Diketahui Pelapor dalam perkara tersebut adalah, Jushriman, SH selaku Kuasa Hukum Asrizal Pratama Putra (Direktur PT Kendari Baruga Pratama), atau Anggota DPRD Provinsi Sulawesi Tenggara, atau Putra mantan Wali Kota Kendari, Ir. Asrun.
Ketua LPM Sultra, Ados, menilai Ditreskrimum Polda Sultra dalam menangani perkara tanah tersebut terkesan sangat dipaksakan, sehingga menaikkan status terkait persoalan sengketa lahan yang melibatkan dua warga Abeli Dalam menjadi tersangka. Tapi tidak melihat secara keseluruhan pokok permasalahan. Mengapa, karena objek sengketa yang saat ini dikatakan adalah persoalan tanah yang diketahui bahwa antara terlapor dan pelapor sama-sama memiliki hak alas tanah yaitu berupa Surat Keterangan Tanah (SKT).
“Seharusnya objeknya bukan Pidana, tetapi menjadi Perdata. Olehnya itu kami menilai Penetapan tersangka yang dilakukan penyidik Ditreskrimum Polda Sultra tersebut terlalu dipaksakan. Dimana ke dua pihak inikan memiliki hak alas atas kepemilikan tanah tersebut. Jadi, mestinya lari di Perdata. Kok, larinya di Pidana?. Ada apa sebenarnya dengan Penyidik Ditreskrimum Polda Sultra,” kesal Ados.
Lanjut Ados menjelaskan, ada beberapa kejanggalan dalam SKT milik PT Kendari Baruga Pratama seperti, SKT nya dikeluarkan oleh Kepala Desa Lepo-lepo pada tahun 1972, namun obyek sengketa tanah tersebut berada pada Kelurahan Abeli Dalam. Namun jika dimundurkan di tahun 1972 tempat objek sengketa tersebut pasti berada dalam desa Puuwatu yang selanjutnya berubah menjadi Kelurahan Puuwatu dan di mekar lagi menjadi Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu.
“Kami menduga Penyidik Ditreskrimum yang menangani kasus anak mantan Wali Kota Kendari Ir. Asrun tersebut tidak melihat objek sengketa yang disengketakan, atau tidak meneliti baik-baik kasus tanah tersebut. Dimana sebenarnya letak atau obyek yang disengketakan tersebut. Apakah Tanah yang disengketakan tersebut berada pada Kelurahan Lepo-lepo atau Kelurahan Abeli Dalam?. Nah, inilah sebenarnya Penyidik yang harus diperhatikan baik-baik atau diteliti lebih jelas,” tegas Ados.
Sementara kita ketahui bersama bahwa, Obyek sengketa atau Tanah tersebut berada pada Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu. Sementara surat-surat yang dimiliki anak mantan Wali Kota Kendari tersebut lanjut Ados, berada di Kelurahan Lepo-lepo, Kecamatan Baruga.
Disamping itu kata Ados, Lusman yang dikabarkan telah ditetapkan tersangka oleh Ditreskrimum Polda Sultra dan sudah melayangkan surat penangguhan penahan dan di Kabulkan oleh Ditreskrimum Polda Sultra itu sendiri, namun saat ini langsung di jebloskan ke Tahanan.
“Wah, ada apa sebenarnya ini dengan penyidik Ditreskrimum. Dalam perkara tanah itu kan saling melaporkan, kita tunggu dulu lah penyelidikan dua-duanya. Setelah itu kita tunggu hasil dari penyelidikan keduanya tersebut. Kalau toh yang melakukan kesalahan adalah dua warga Abeli Dalam yaa di proses lah sesuai aturan yang berlaku. Tapi perlu saya ingatkan kembali bahwa diatas tanah tersebut dari turun temurun yang olah itu adalah dua warga Abeli Dalam tersebut,” terangnya.
Kemudian lanjut Ados membeberkan, yang anehnya lagi, satu tersangkanya Hasan yang sudah melayangkan Surat Keterangan (Suket) dari dokter dalam pernyataan tersebut juga disampaikan bahwa dia (Hasan) harus beristirahat selama 3 hari berdasarkan dari pada perintah dokter. Dan yang menjadi soalnya adalah setelah dilayangkan surat keterangan dari rumah sakit tersebut kurang lebih satu hari atau kurang 24 jam, pemanggilan yang dilakukan oleh penyidik Ditreskrimum terhadap tersangka sudah dilayangkan lagi.
“Penyidik kan paham lah, bahwa selama 3 hari di berikanlah jenjang waktu untuk dia beristirahat. Kok, surat panggilan pertama baru dilayangkan, keesokan harinya atau kurang 24 jam, sudah datang panggilan kedua. Kenapa diburu sekali ini kasus, ada apa sebenarnya dengan Polda Sultra ini!, Mestinya juga penyidik berada ditengah dalam menyidik kasus ini, melihat norma-norma hak asasi manusia seseorang,” jelasnya.
“Jika sakit ditunda dululah pemanggilan. Selama ini juga tersangka ini kooperatif menjalankan setiap ada surat panggilan dari Kepolisian. Artinya tersangka ini tidak ada upaya untuk melarikan diri. Tersangka ini tetap kooperatif terhadap aturan dan hukum yang berlaku di negara ini,” lanjutnya.
Terlepas dari itu lanjut Ados, Kami juga bersama pengacara lagi melakukan proses praperadilan terkait dengan penetapan tersangka yang saat ini kami menilai tidak sesuai dengan mekanisme.
“Banyak hal yang kami lihat dalam proses penetapan tersangka itu janggal, sehingga pengacara lagi melakukan proses pra pradilan. Kami juga secara kelembagaan mungkin dalam waktu dekat akan melakukan upaya-upaya lain salah satunya yaitu meminta Ombudsman Perwakilan Sultra untuk meninjau kembali terkait penetapan tersangka dilakukan oleh Penyidik Ditreskrimum Polda Sultra. Selain itu juga beberapa juga hal yang menjadi kajian kami akan melaporkan juga beberapa kejanggalan itu ke propam Polda Sultra sekaligus insya Allah dalam waktu dekat kami akan menggelar aksi unjuk rasa di depan mapolda Sultra. Ini adalah bentuk prihatin kami terhadap bobroknya penegakan supremasi hukum di Provinsi Sulawesi Tenggara khususnya yang dilakukan oleh Ditreskrimum Polda Sultra,” beber Ados.
“Selain upaya pra peradilan kami juga sedang menunggu hasil proses penyelidikan yang dilakukan oleh Polresta Kendari terkait dengan dugaan pemalsuan dokumen surat keterangan pengolahan tanah yang dimiliki oleh Pelapor di Polda Sultra,” sambungnya.
Laporan : Lensakita.id