Lensakita.id-Kolaka Utara, Maraknya penjarahan gua yang tersebar di Kolaka Utara (Kolut) mengunakan alat detektor logam membuat semua organisasi masyarakat dari suku tolaki geram. Pasalnya gua yang berisikan benda purbakala seperti senjata tradisional suku Tolaki disebut parang Ta’awu, tombak, guci, piring, koin dan benda-benda purbakala lainya yang selama ini disakralkan suku tolaki diambil lalu dilelang. Bahkan para pelaku juga membuat status-status di Facebook yang bernada propokatif.
Penasehat hukum (PH) Tamalaki Patowonua, Wawan Kore SH mengatakan semua pihak khususnya dari organisasi masyarakat suku tolaki untuk bisa menahan diri. Tidak terpropokasi dengn status para pelaku penjarahan gua di media sosial.
“Mohon maaf, Anna motuonggu, Ka’aka rongga Haia’konggu (orang tua, Kaka dan adikku,red) untuk bisa menahan diri jangan terpancing dengan status propokasi para pelaku penjarahan,” kata Wawan, Minggu (10/1).
Menurut Wawan, kasus penjarahan gua ini telah dilaporkan Dinas Pendidikan dan Kebudayaan (Dikbud) Kolut melalui Bidang Kebudayaan (Kabid). Dan laporan tersebut mendapatkan atensi dari Polres Kolut, sehingga semua bisa menyerahkan kasus ini para penyidik kepolisian.
“Sebelumya kami (Tamalaki dan Dewan Adat Patowonua) akan melaporkan penjarahan gua tersebut. Namun pihak kepolisian menyarankan agar cukup 1 laporan, harapan besar laporan ini bisa secepat ditindak lanjuti,” tutur Wawan.
Namun terkait dengan postingan para pelaku, kata Wawan pihaknya bersama tamalaki akan membuat laporan polisi tentang undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik (ITE).
“Status pelaku melalui Medsos sangat melukai perasaan khususnya suku tolaki. Status tersebut seakan-akan mengabaikan keberadaan suku tolaki di Kolaka Utara,” ujar Wawan.
Wawan mengungkapkannya status pelaku yang mengatakan bahwa gua-gua beserta isinya berupa benda purbakala bukanlah milik nenek moyang suku tolaki dapat memicu gesekan sosial dan memecah belah persatuan.
“Bisa terjadi konflik horizontal. Sebab status itu sudah menyudutkan komonitas suku tolaki yang merupakan penduduk asli wilaya Kolaka Utara, status ini berbau SARA,” jelas Wawan.
Wawan mengharapkan semua stokeholder untuk bersama memberikan pemahaman yang baik bagi komonitasnya. Mengajarkan untuk berhati-hati dan bijak mengunakan media sosial.
“Gua-gua bersejarah ini menjadi aset yang tidak ternilai harganya bagi daerah Kolaka Utara. Harusnya semua pihak menjaga, merawat dan melestarikan ini,” imbuh Ketua Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Patowonua ini.
Laporan – Asran