Lensakita.id-Kendari, Aktivitas Mining yang terletak di Desa Mandiodo, Kecamatan Molawe, Kabupaten Konawe Utara (Konut), Sulawesi Tenggara (Sultra) yang sudah tidak asing lagi didengar publik, Minggu (31/01/2021.)
Ketua Himpunan Mahasiswa Pemerhati Lingkungan (HPMPL) Sultra Aziz Munandar mengatakan berdasarkan putusan Mahkamah Agung (MA), Putusan MA No. 225 K/TUN/2014, Putusan MA 21P/HUM/2018, Putusan MA No. 69/G/2018/PTUN-Jakarta, Putusan MA No. 448 K/TUN/2019 menyebutkan bahwa ke 11 Izin Usaha Pertambangan (IUP) yang saat ini masih Bekerja di Block Mandiodo, memerintahkan Dinas Energi Sumber Daya Mineral (ESDM) agar segera melakukan Pencabutan IUP dan memerintahkan seluruh aktivitas selain dari PT Antam Tbk (Persero) untuk tidak melakukan aktivitas.
“Adapun ke 11 Perusahaan yang kami duga melakukan penambangan ilegal antaranya PT. Sriwijaya Raya, PT. Sangia Perkasa Raya, PT. KMS 27, PT. Jafar indotech, PT. James dan Armando pundima, PT. Malibu, PT. Mughni Energi Bumi, PT. Rizki Cahaya Makmur, Ana Konawe CV, PT. Avery Raya PT. Wanagon Anoa Indonesia,” jelasnya.
Aziz menambahkan melihat fakta yang terjadi dilapangan tidak demikian, bukan malah dihentikan bahkan semakin banyak Kontraktor Mining yang jelas menambang tidak menggunakan surat-surat yang lengkap, diduga mereka memiliki backup sehingga sama sekali tak tersentuh proses Hukum.
“Kerusakan Lingkungan yang terjadi disana cukup serius untuk ditindaklanjuti, kalau kita masuk ke lokasi area pertambangan Block Mandiodo sudah pasti kita melihat hutan yang sudah mulai gundul karena kami duga tidak ada reklamasi pasca tambang saat mereka melakukan aktivitas penambangan,” ungkapnya.
Lanjut mantan Sekjen BEM FH UHO, pihaknya mempertanyakan kelengkapan berkas ke 11 IUP lainnya yang sudah di cabut namun terkesan ada pembiaran dari para pemangku Kebijakan. Sudah lama kasus ini berhembus tapi tidak ada tanggapan dari pihak terkait.
“Berdasarkan Pasal 134 ayat (2) UU No. 4 Tahun 2009 tentang Mineral dan Batubara (UU Minerba), kegiatan usaha pertambangan tidak dapat dilaksanakan pada tempat yang dilarang untuk melakukan kegiatan usaha pertambangan sebelum memperoleh izin dari instansi Pemerintah sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan,” bebernya.
Sebelumnya Mabes Polri bersama Polda Sultra telah menindak beberapa perusahaan tambang yang diduga melanggar hukum antaranya PT. RMI, PT. Tambang Nikel Indonesia (TNI), PT. NPM, PT. AMPA, PT. Pertambangan Nikel Nusantara dan PT. Jalumas di wilayah konsesi PT. Bososi Pratama, Sedangkan untuk PT. Obisidian Stainless Steel (OSS), Mabes Polri sejak 28 Juni 2020 telah menindak Perusahaan tersebut dengan menyegel sejumlah alat berat yang terindikasi menambang tanah urug tanpa mengantongi dokumen IPPKH yang berlokasi di Desa Tanggobu, Kecamatan Morosi dari tahun 2019 lalu.
HPMPL Sultra berharap pergantian Pimpinan tertinggi ditubuh Polri dapat menyelesaikan kasus perusahaan tambang ilegal yang terkesan lamban ditanggani Polda Sultra selama ini. Kami meminta agar Kapolda Sultra dalam hal ini Yan Sultra Agar di Copot dari Jabatannya apabila tidak mampu menyelesaikan persoalan ini.
“Kami juga berharap Presiden Republik Indonesia bapak Jokowi agar menyelesaikan permasalaham ini, Sebab Instansi Pemerintah Daerah dinilai sudah tidak mampu melakukan tugasnya. Kedepan kami akan terus mengawasi para mafia Tambang di Bumi Anoa ini, agar terciptanya lingkungan yang bebas dari Bencana alam.”harapnya
Lanjut Aziz menambahkan “Terkait pelaporan Kami adalah untuk meminta agar ada pemeriksaan, evaluasi dan pemberian sanksi tegas terkait dugaan aktivitas tambang ilegal tersebut. Jika dilakukan pembiaran secara terus menerus, tentu akan menjadi problem serius pada lingkungan dan masa depan bangsa,” pungkasnya.
Untuk diketahui HPMPL Sultra ini akan terus melakukan pantauan di wilayah-wilayah tambang yang memang notabene tidak memiliki kelengkapan Izin dan akan terus menyuarakan aspirasi dari masyarakat, karena selain merugikan Negara akan tetapi ini berdampak besar terhadap masyarakat Sultra terutama di Desa Mandiodo, Kabupaten Konawe Utara.
Laporan – Muhammad Irvan