LENSAKITA.ID-KENDARI. Hasan yang merupakan salah satu warga Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu, Kota Kendari, Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) mempersilahkan PT. Kendari Baruga Pratama (KBP) mencari Tanahnya yang beralamat di Desa Lepo-lepo, Kecamatan Mandonga sesuai dalam Surat Keterangan Pengolahan Tanah (SKPT) miliknya yang diterbitkan Kepala Desa Lepo-lepo yang bernama Laudu pada tahun 1972.
“PT KBP inikan katanya membeli tanah kepada Ny. Satia seluas 20 Hektar. Dan Ny. Satia memiliki tanah tersebut katanya dari orang tuanya yang bernama Lahu. Namun alamat Tanah orang tua Ny Satia tersebut (Lahu) berada di Desa Lepo-lepo, Kecamatan Mandonga.
Jadi kembali saya mengingatkan kepada PT KBP bahwa silahkan mencari Tanahnya di Desa Lepo-lepo, Kecamatan Mandonga seperti keterangan dalam Surat Tanahnya tersebut, dan jangan mencari dan memaksakan mengambil Tanah warisan turun temurun dari Orang Tua saya terdahulu yang berada di RT 003, RW 001 Kelurahan Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu,” tegas Hasan kepada media ini, Minggu 9 Juni 2024 yang ditemani sejumlah anaknya.
Yang mana telah diketahui bersama bahwa sepanjang berpolemik, Hasan dituduh telah melakukan penyerobotan, melakukan pengrusakan, dan memasuki pekarangan tanpa ijin hingga menggunakan Surat Keterangan Tanah (SKT) berupa (Surat Pernyataan Penguasaan Fisik Bidang Tanah) palsu yang diterbitan oleh Kepala Lurah Abeli Dalam Yunus, S. Sos pada tahun 2013 lalu (red).
“Namun faktanya Tanah saya tersebut sejak dulu hingga kini masih kami kuasai dan mengolahnya dengan baik. Hanya saja saya dilapor pada Kepolisian dan saya merasa dikriminalisasi oleh sejumlah pihak termasuk Oknum Penyidik Dit Reskrimum Polda Sultra maupun oknum Jaksa Kejari Kendari sehingga saya di tersangkakan,” kesal Hasan.
“Bayangkan saja, PT KBP memiliki alas hak (SKPT) dan saya memiliki alas hak (SPPFBT), kok penanganannya didahulukan Pidana?. Mestinya penanganan kasusnya didahulukan penyelesain secara perdata karena saya dilaporkan terkait penyerobotan, pengrusakan dan memasuki pekarangan tanpa ijin dan itu jelas pedomanya Penyidik maupun Jaksa dalam melakukan penanganan kasus pidana umum yang objeknya berupa tanah,” tambah Hasan.
Masih kata Hasan menjelaskan, sejumlah oknum APH tersebut saya menduga telah menabrak sejumlah aturan dalam penanganan tindak pidana umum yang objeknya berupa tanah.
“Oknum APH (Oknum Penyidik dan oknum Jaksa) diduga kuat menabrak sejumlah aturan seperti Peraturan Kapolri (Perkap) Pasal 62 dan 62, Peraturan Mahkamah Agung (PERMA) RI Nomor 1 Tahun 1956 dan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) RI Nomor 4 Tahun 1980 dan Surat Panduan dalam sistem penuntutan yang dikeluarkan oleh Kejagung Nomor: B- 230/E/Ejp/01/2013. Sehingga atas kinerja oknum APH tersebut patut diduga telah menabrak aturan atau tidak profesional dan ini sangat merugikan saya,” beber Hasan.
Masih kata Hasan menguraikan permasalahan tersebut bahwa, Penerbitan Surat Pernyataan penguasaan Fisik Bidang Tanah (SPPFBT) miliknya tersebut bukan terbit diatas meja atau terbit tanpa peninjauan dan pengukuran oleh pihak berwenang, akan tetapi SPPFBT tersebut Terbit melalui beberapa tahap atau mekanisme yang dilalui.
“Surat Tanah saya tersebut terbit melalui beberapa tahap persyaratan dan mekanisme yakni, mulai dari peninjauan dan pengukuran oleh Ketua RW 001 (Rusmin) dan RW 002 (Tasrin) hingga peninjauan yang dilakukan oleh Kepala Lurah Abeli Dalam, pak Yunus, S.sos dan disaksikan Batas Tanah terdahulu pak Ande sehingga terbitlah Surat Penguasaan Fisik Bidang Tanah Saya pada tahun 2013,” urai Hasan.
Namun anehnya di lokasi Tanah saya tersebut ada yang datang klaim yakni, anak dari Pemilik Surat Tanah yakni Ny. Satia bersama PT Kendari Baruga Pratama (PT KBP) berdasarkan Surat Keterangan Pengolahan Tanah pada Tahun 1972 yang diterbitkan Kepala Desa Lepo-lepo atan nama Laudu.
Anehnya lagi kata Hasan, Surat Tanahnya mereka tersebut tidak memiliki saksi-saksi, kemudian Batas Tanah tidak sesuai data Fakta Lapangan dan dalam Surat Tanahnya tersebut berada di Desa Lepo-lepo, Kecamatan Mandonga pada tahun 1972. Sedangkan Objek Tanah berada di RT 003 RW 001 Kelurahan Abeli Dalam saat itu Desa Puuwatu.
“Kok, mereka Satia bersama PT KBP datang mencari dan mengklaim Tanah di Abeli Dalam?. Desa Lepo-lepo kan sekarang menjadi Kelurahan Baruga, silakan cari Tanahnya kalian di alamat Surat kalian. Jangan cari di Abeli Dalam, Kecamatan Puuwatu sini. Sampai kapanpun saya tidak mau tinggalkan Tanah yang menjadi warisan dari orang tua terdahulu kami,” tegas Hasan yang mengingatkan PT. Kendari Baruga Pratama yang kesekian kalinya
“Awalnya yang datang klaim Tanah saya tersebut Ny. Satia katanya dapat dari orang tuanya Lahu kemudian Ny. Satia katanya menjualnya kepada PT. Kendari Baruga Pratama yang Direkturnya Pak Ir. H. Asrun dan anaknya yang anggota DPRD Provinsi Sultra Pak Asrijal Pratama Putra pada tahun 2014 lalu.
Namun perlu saya menegaskan kembali disini Surat Tanah Satia ataupun PT Kendari Baruga Pratama terbitan tahun 1972 tersebut di Lepo-lepo bukan di Abeli Dalam. Kan aneh dan lucu mereka mau datang klaim Tanah di Abeli Dalam sini,” tegas Hasan menambahkan.
Dimana diketahui pada tahun 2014, Ir. H. Asrun masih aktif menjadi Walikota Kendari dan anaknya Asrijal masih aktif menjadi anggota DPRD Sultra. Asrun dan Asrijal tersebut juga saat itu Direktur PT. KBP.
Lanjut Hasan menjelaskan, Saya tidak heran kenapa kebenaran tidak berpihak kepada saya karena saya menilai presentase hukum tadi tidak berjalan pada tupoksinya atau APH diduga sangat tidak profesional.
Lagi-lagi Hasan mempersilahkan Keluarga Lahu/Satia agar mengantar PT Kendari Baruga Pratama untuk mencari Tanah/Lahannya di Lepo-lepo sesuai dalam Surat Tanahnya.
“Silakan Cari Tanah Kalian di Lepo-lepo,” tutup Hasan menegaskan.
Laporan : Lensakita.id