Lensakita.id-Kendari, Pusat Advokasi Hukum Energi dan Pertambangan (PUSHEP) Sulawesi Tenggara (Sultra) mengapresiasi langkah 2 perusahaan pemilik Izin Usaha Pertambangan (IUP) yakni PT.Putra Mekongga Sejahtera (PT.PMS) dan PT.Akar Mas Internasional (PT.AMI) yang telah beritikad baik untuk memberikan/menitipkan Dana Program Pemberdayaan Masyarakat (PPM) kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) dengan jumlah Rp. 3.225.000.000,- (Tiga Milyar Dua Ratus Lima Puluh Lima Juta Rupiah) untuk selanjutnya akan diserahkan kepada masing-masing Pemerintah Daerah.
“Pembayaran kewajiban PPM oleh 2 (dua) perusahaan harus diikuti oleh semua perusahaan lain yang belum menjalankan kewajibannya, meskipun dapat dimaknai juga bahwa ini sebagai bukti lemahnya tindakan pengawasan dan pembinaan Pemerintah Daerah/Pusat selama ini dalam sektor pertambangan di Sultra selama ini,” kata Direktur Eksekutif Pusat Advokasi Hukum Energi dan Pertambangan Sultra Dedi Ferianto, SH.,CMLC dalam rilisnya,(Kamis,11/3/2021)
Lanjut Dedi Ferianto yang juga Anggota Perkumpulan Konsultan Hukum dan Pengacara Pertambangan Indonesia (PERKHAPPI) ini , Program pengembangan dan pemberdayaan masyarakat (PPM) merupakan kewajiban pemilik IUP/IUPK sebagaimana ketentuan dalam PP 23/2010 beserta perubahannya, dimana terhadap perusahaan pertambangan yang tidak melaksanakan kewajiban tanggung jawab sosial dan lingkungan dikenakan sanksi administratif berupa: peringatan tertulis, penghentian sementara IUP Operasi Produksi atau IUPK Operasi Produksi mineral atau batubara dan/atau pencabutan IUP atau IUP.
“Kami terus mendukung langkah Kejaksaan Tinggi (Kejati) Sulawesi Tenggara (Sultra) melalui Bidang Tindak Pidana Khusus, untuk mengusut tuntas dengan penindakan hukum yang tegas terhadap pemilik IUP/IUPK yang telah menyebabkan potensi kerugian negara sebesar Rp. 151.000.000.000 (Seratus Lima Puluh Satu Miliar Rupiah),” tegas Dedi Ferianto.
Selain itu, Pengacara dan Konsultan Hukum Pertambangan ini juga mendorong kepada lembaga berwenang lainnya dalam hal ini, yakni Kepolisian Daerah (Polda) Sultra, Gubernur Sultra dan Kementerian terkait untuk melakukan monitoring dan pengawasan secara tegas sebab selain potensi kerugian negara dalam Penggunaan Kawasan Hutan (PKH) di sektor pertambangan.
” Tidak menutup kemungkinan terjadi juga tindak pidana lainnya yakni tindak pidana kehutanan, tindak pidana lingkungan hidup dan tindak pidana pertambangan yang dilakukan oleh Pemilik IUP/IUPK. Namun, tidak terjangkau oleh Aparat Penegak Hukum (APH) karena disebabkan pengabaian atau lemahnya sistem Pengawasan dan Pembinaan,” pungkasnya.
Laporan – Muhammad Irvan. S