LENSAKITA.ID KONAWE UTARA. Polemik terkait adanya kegiatan penambangan PT. Lawu Agung Mineral (LAM) selaku pemenang tender Kontraktor Ekslusif PT. Aneka Tambang (Antam) di Blok Mandiodo, Kec. Molawe, Kab. Konawe Utara kian memanas.
Sebelumnya, beredar video adanya kegiatan penambangan di eks lahan konsesi PT. Karya Murni Sejati (KMS) 27 yang diduga di lakukan oleh PT. Lawu Agung Mineral (LAM) selaku kontraktor mining dari PT. Aneka Tambang (Antam) Tbk.
Menanggapi hal itu, Direktur Aliansi Masyarakat Peduli Hukum (Ampuh) Sulawesi Tenggara (Sultra) angkat bicara.
Hendro Linopo mengatakan, sebelum melakukan penambangan, PT. Aneka Tambang (Antam) tbk site Konawe Utara seharusnya terlebih dulu mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH). Sebab kata dia, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) PT. Antam di Konut hampir seluruhnya masuk area Kawasan Hutan.
“Jadi luasan wilayah konsesi PT. Antam di Konut diluar dari Antam Tapunopaka sekitar 16.920 Hekto Are, nah untuk di wilayah Kecamatan Molawe sendiri hampir seluruhnya adalah Kawasan Hutan. Sehingga untuk melakukan kegiatan pertambangan harus kantongi IPPKH dulu”. kata Hendro saat di temui di kediamannya pada, kamis (10/03/2022).
Hendro menegaskan, jika PT. Aneka Tambang (Antam) sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) tidak mampu memberikan contoh yang baik kepada perusahaan-perusahaan lain, maka menurut Hendro pemerintah harusnya mencabut Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT. Antam di Konawe Utara.
“PT. Antam ini BUMN, harusnya mampu menjadi contoh atau teladan bagi perusahaan-perusahan swasta yang ada di sekitarnya. Bukan malah melabrak aturan. Jika seperti itu maka seharusnya IUP PT. Antam Konut ini di cabut saja,” tegasnya
Selain itu, lanjut Hendro, PT. Aneka Tambang seharusnya mampu mengontrol setiap kegiatan yang terjadi di wilayah konsesi miliknya termaksud PT. Lawu Agung Mining (LAM) selaku Kontrator. Sebab wilayah konsesi PT. Antam di Kecamatan Molawe hampir seluruhnya adalah Kawasan Hutan Lindung (HL) dan Kawasan Hutan Produksi Terbatas (HPT) tak terkecuali di Eks PT. Karya Murni Sejati (KMS) 27.
“PT. Antam ini kan pemilik IUP, seharusnya mampu mengontrol setiap kegiatan yang terjadi di wilayah konsesinya termaksud kegiatan PT. LAM selaku Kontraktor Mining-Nya. Jadi jangan lepas tangan saat kontraktor mining-Nya diduga melakukan pencemaran lingkunga dan Perusakan Kawasan Hutan,” terangnya.
Aktivis nasional asal Konawe Utara itu juga menanggapi adanya permintaan pencabutan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) milik PT. Karya Murni Sejati (KMS) 27 dari beberapa pihak, menurutnya permintaan tersebut terkesan sangat tendensius bahkan menurutnya bisa diduga sebagai permintaan pesanan.
“Yang sedang operasi disana kan bukan PT. KMS 27, yang berkegiatan justru perusahaan yang diduga sebagai Kontraktor Mining PT. Antam. Nah seharusnya itu yang disoroti agar mereka (PT. Antam dkk) segera mengurus IPPKH. Karena wilayah disana masuk Kawasan Hutan,” jelasnya
“Sedangkan untuk IPPKH PT. KMS 27, tanpa diminta pun pasti akan di cabut jika itu termuat dalam amar putusan Mahkamah Agung atau menjadi objek sengketa dalam gugatan PT. Antam. Kemudian meskipun IPPKH PT. KMS 27 di cabut, tidak berarti PT. Antam bebas menggarap lahan tersebut sebelum memperoleh Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH,” tambahnya
Aktivis yang akrab disapa Don HN itu menuturkan, terkait kepemilikan Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan (IPPKH) hanya dapat di gunakan oleh pemegang PT. KMS 27 selaku pemegang izin. Sehingga jika nantinya di nyatakan dicabut oleh Kementrian LHK, maka secara otomatis wilayah tersebut secara otomatis kembali berstatus kawasan.
“Jadi jangan di pikir kalau IPPKH PT. KMS 27 ini dicabut, lantas PT. Antam bisa bebas menggarap di wilayah itu sebelum mengurus Izin Pinjam Pakai Kawasan Hutan yang baru sebagai pengganti IPPKH milik PT. KMS 27,” tandasnya.
Dengan demikian, menurut Hendro, PT. Aneka Tambang (Antam) tbk selaku perusahaan plat merah yang bergerak di sektor pertambangan harusnya mampu memberikan contoh yang baik kepada perusahaan-perusahaan swasta dalam melakukan pengerukan mineral logam yang berpedoman pada aturan di negeri ini.
Hal itu dengan jelas, lanjutnya, diterangkan dalam UU No. 41 tentang Kehutanan, UU No. 18 Tahun 2013 tentang Pencegahan dan Pemberantasan Perusakan Hutan (P3H) dan terbaru UU No. 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja.
“Terkait kewajiban untuk mengantongi IPPKH telah di atur dalam UU No. 41 Tahun 1999, UU No. 18 Tahun 2013 dan UU No. 11 Tahun 2020. Sebagai perusahaan plat merah mestinya PT. Antam lebih patuh dengan perizinan. Karena sebagai Badan Usaha Milik Negara (BUMN) PT. Antam harus bisa menjadi contoh yang baik bagi perusahaan-perusahaan swasta lainnya,” tutup Hendro.
Laporan – Lensakita.id