LENSAKITA.ID-KENDARI. Ketua Tama Aspirasi Masyarakat (TAMA) Sultra, Andri Kalenggo, menegaskan pihaknya akan menggelar aksi besar-besaran dengan menduduki Kantor DPRD Sultra serta mengepung Markas Kepolisian Daerah (Polda) Sultra. Aksi tersebut dijadwalkan berlangsung pada Minggu, 31 Agustus 2025, sebagai bentuk perlawanan terhadap praktik represif aparat dan sikap elite politik yang dinilai mengkhianati rakyat.
Pernyataan keras itu disampaikan Andri saat ditemui di salah satu warung kopi di Kota Kendari pada Sabtu (30/8/2025). Dalam keterangannya, ia menyatakan bahwa Sultra kini berada pada fase darurat demokrasi akibat praktik kekuasaan yang tidak berpihak pada kepentingan rakyat.Mengutuk Kekerasan Terhadap Demokrasi
Menurut Andri dirinya mengecam dan mengutuk segala bentuk tindakan brutal yang merusak nilai-nilai demokrasi. Ia mengingatkan bahwa pengalaman kelam pernah terjadi pada 26 September 2019, ketika dua mahasiswa Universitas Halu Oleo (UHO) gugur akibat dugaan tindakan represif aparat saat aksi menolak revisi UU KPK dan sejumlah RUU bermasalah. Tragedi itu, kata dia, menjadi luka sejarah sekaligus pelanggaran HAM besar di Sulawesi Tenggara.
“Kami tidak ingin sejarah kelam itu terulang. Karena itu, kami mengultimatum Kapolda Sultra agar memastikan tidak ada lagi tindakan brutal dan represif dalam mengawal aspirasi rakyat. Polisi seharusnya menjadi pelindung, bukan justru melindas rakyat,” tegas Andri.
Selain menyoroti aspek keamanan demokrasi, TAMA Sultra juga menuntut sikap tegas dari DPRD Sultra. Andri mendesak Ketua DPRD Sultra beserta seluruh jajaran untuk segera membuat petisi penolakan kenaikan gaji DPR RI. Menurutnya, kebijakan menaikkan gaji anggota DPR di tengah kondisi ekonomi masyarakat yang sulit merupakan bentuk penghianatan terhadap amanat rakyat.
“DPR itu seharusnya menjadi penyambung aspirasi rakyat, bukan malah menutup mata terhadap penderitaan masyarakat. Kenaikan gaji di tengah krisis adalah bentuk pengkhianatan. Jika DPRD Sultra diam, maka mereka sama saja berkhianat terhadap rakyat yang memilih mereka,” ujarnya.Ultimatum dan Ancaman Aksi Besar
Andri menegaskan bahwa TAMA Sultra bersama elemen masyarakat akan melakukan aksi pendudukan DPRD Sultra sebagai bentuk perlawanan sipil. Ia bahkan menyebut bahwa jika suara rakyat terus diabaikan, maka gerakan ini akan menjadi gelombang besar yang tidak bisa dibendung.
“Kami sudah bulat. Besok kami akan turun dengan kekuatan penuh, mengepung Polda Sultra, dan menduduki DPRD Sultra. Polisi jangan melindas rakyat, dan DPR jangan berkhianat. Kalau tidak, maka rakyatlah yang akan menjatuhkan mereka dari kursi kekuasaan,” tegasnya lantang.
Sultra di Persimpangan Demokrasi Aksi ini dipandang sebagai alarm keras atas kondisi demokrasi di daerah. Menurut pengamat politik lokal, eskalasi gerakan rakyat yang dipimpin TAMA Sultra merupakan refleksi dari ketidakpuasan publik terhadap kinerja lembaga politik dan aparat keamanan. Jika tuntutan ini tidak direspons secara serius, dikhawatirkan akan memicu gelombang demonstrasi lanjutan yang lebih besar.
Andri menutup pernyataannya dengan mengingatkan bahwa demokrasi tidak boleh dipasung oleh kepentingan elit. “Rakyat Sultra tidak akan diam.Jika polisi represif, rakyat akan melawan.Jika DPRD berkhianat, rakyat akan menurunkannya. Inilah perlawanan demi menyelamatkan demokrasi,” pungkasnya.
Dengan demikian, Sultra kini benar-benar berada di persimpangan jalan demokrasi. Antara melanjutkan tradisi keterbukaan atau kembali terjebak dalam lingkaran represif yang mengancam hak-hak sipil rakyat.
Laporan : Akbar Liambo